
Tema:
- ikhlas
- inspiratif
Saat Nabi Muhammad SAW telah memutuskan hijrah ke Madinah, maka umat Islam dapat lebih leluasa bertemu dan melihat dari dekat dengan Nabi. Apalagi kediamannya bersebelahan dengan Masjid Nabawi, maka hal tersebut tentu saja memberikan nilai lebih.
Namun ketika awal datang di Madinah, para sahabat berharap agar Nabi Muhammad SAW tinggal di rumahnya. Tidak lain, itu dilakukan agar bisa dekat terus dengan Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi dan rasul terakhir.
Setelah melalui proses panjang, akhirnya Nabi Muhammad SAW menemukan sebidang tanah milik dua orang anak yatim Sahl dan Suhail. Ia kemudian membelinya. Di atasnya dibangun rumah Nabi Muhammad dan istrinya. Di tanah yang sama, tepat di samping rumah Nabi Muhammad SAW dibangun Masjid Nabawi untuk tempat ibadah umat Islam.
Masjid Nabawi yang berdempetan dengan rumah Nabi Muhammad menjadi pusat kegiatan umat Islam pada saat itu. Mulai dari tempat Nabi Muhammad SAW mengajarkan ajaran Islam hingga tempat umat Islam menyusun rencana perang. Tempat yang begitu strategis ini menarik para sahabat untuk tinggal di sekitarnya. Mereka berbondong-bondong membangun rumah di sekitaran Masjid Nabawi dan rumah Nabi agar bisa terus mengikuti shalat lima waktu bersama Nabi Muhammad, bergabung dalam majelis ilmu dan hikmah yang diselenggarakan Nabi, dan lain sebagainya.
Namun ternyata, tidak semua sahabat memiliki keinginan untuk tinggal dekat dengan Nabi Muhammad SAW dan Masjid Nabawi. Ada satu sahabat yang lebih memilih tinggal berjauhan. Namanya adalah Sya’ban. Rumahnya paling jauh dari rumah Nabi Muhammad SAW dan Masjid Nabawi jika dibandingkan dengan sahabat-sahabat lain.
Disebutkan bahwa jarak rumah Sya’ban dengan Masjid Nabawi atau rumah Nabi adalah kira-kira tiga jam dengan berjalan kaki. Meski demikian, Sya’ban tidak pernah ketinggalan shalat berjamaah bersama Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi.
Sya’ban bahkan selalu datang paling awal dibandingkan sahabat yang lain. Ia selalu mengambil di posisi bagian pojok masjid ketika shalat dan i’tikaf. Alasannya, dengan duduk di bagian pojok masjid ia tidak ingin mengganggu sahabat yang datang kemudian. Oleh sebab itu, ia selalu datang pertama agar untuk tidak ketinggalan, walau satu rakaat saja, shalat berjamaah bersama Nabi Muhammad.
Rupanya, kabar Sya’ban –yang berjalan tiga jam dari rumahnya ke Masjid Nabawi- sampai ke telinga Ubay bin Ka’ab. Seorang mantan pendeta Yahudi yang memeluk Islam dan menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW. Karena kasihan, Ubay bin Ka’ab menyarankan Sya’ban agar membeli seekor keledai agar perjalanannya lebih cepat dan kakinya tidak sakit.
“Demi Allah, aku tak senang kalau rumahku berdekatan dengan rumah Rasulullah. Aku lebih suka tinggal di sebuah rumah yang jauh dari rumah beliau,” kata Sya’ban kepada Ubay bin Ka’ab, sebagaimana dikutip dari buku Pesona Ibadah Nabi.
Ubay bin Ka’ab kaget dengan jawaban Sya’ban. Kemudian ia melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah. Tidak lama berselang, akhirnya Rasulullah mengonfirmasi kepada Sya’ban mengapa ia tidak suka tinggal dengannya.
Sya’ban mengungkapkan, suatu ketika Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa setiap langkah seseorang yang menuju masjid, maka satu dosanya akan diampuni atau derajatnya dinaikkan satu peringkat. Itu lah yang membuat Sya’ban ingin rumahnya jauh dari rumah Nabi Muhammad yang bersebelahan dengan Masjid Nabawi. Tidak lain, ia ingin agar langkahnya ke Masjid Nabawi banyak, sehingga dosa-dosanya diampuni dan derajatnya diangkat.
Pada saat sakaratul maut, Sya’ban diperlihatkan oleh Allah pahala dan ganjaran atas perbuatannya itu –menempuh perjalanan yang jauh dari rumahnya ke Masjid Nabawi untuk shalat jamaah. Hijab Sya’ban dibuka Allah sehingga ia bisa melihat bentuk surga sebagai ganjarannya.
Mengetahui pahalanya itu, Sya’ban malah menyesal. Ia mengatakan, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi dari Masjid Nabawi sehingga mendapatkan pahala lebih indah dan lebih baik. Subhanallah.
Hikmah Cerita
- Sya’ban menunjukkan keikhlasan yang luar biasa dalam beribadah. Meskipun memiliki kesempatan untuk tinggal dekat dengan Masjid Nabawi dan rumah Nabi Muhammad, ia memilih tinggal jauh untuk memperbanyak langkah-langkahnya menuju masjid.
- Sikap Sya’ban yang menyesal karena rumahnya tidak lebih jauh dari Masjid Nabawi menunjukkan kepeduliannya terhadap pahala di akhirat. Ia menginginkan pahala yang lebih besar dan lebih indah di sisi Allah, bahkan jika itu berarti mengambil jalan yang lebih sulit.
Cerita Terkait
Di Antara Langkah-langkah Pulang
16 Okt 2024
"Pencapaian apa yang sebenarnya aku punya?" pikirnya, ketika seorang sepupu bertanya dengan nada bercanda, "Eh, Sita, kamu kapan mau sukses?"
Abu Hurairah dan Cinta kepada Ilmu
01 Okt 2024
Abu Hurairah juga dikenal sebagai "Sahabat Kucing" karena kecintaannya pada binatang, terutama kucing
Kisah Ibnu Umar dan Penggembala cilik
16 Feb 2024
Lalu sang anak tersebut pergi sambil mengangkat jarinya ke langit seraya berkata, “Di mana Allah?”
Sifat Wara Imam Abu Hanifah
14 Feb 2024
Dikisahkan bahwa Imam Abu Hanifah rahimahulLah pernah menahan diri tidak memakan daging kambing. Hal itu beliau lakukan setelah mendengar bahwa ada seekor kambing milik tetangganya dicuri.
Kisah Abu Nawas dan Mimpi Buruk sang Raja
30 Jan 2024
Abu Nawas harus meninggalkan negeri dan tidak diperbolehkan kembali dengan cara berjalan kaki, berlari, merangkak, melompat-lompat, atau menunggang hewan.
Kisah Imam Ahmad dan Penjual Roti
19 Jan 2024
Penjual roti kemudian menjelaskan, "(Lantaran wasilah istigfar), tidak ada hajat yang saya minta, kecuali pasti dikabulkan Allah. Semua yang saya minta Allah langsung terima, semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kabulkan."